01 April 2012

Kisi-Kisi Ujian Nasional Bahasa Indonesia SMK

Pada dasarnya dari tahun ke tahun soal UN Bahasa Indonesia tidak jauh berbeda jika kita mengamati pola soal yang disajikan. jadi tidak ada salahnya Anda mempersiapkan UN dari soal-soal UN tahun-tahun sebelumnya. Misalnya dalam link berikut: silahkan unduh. semakin Anda giat berlatih, semakin tahu pola soal yang akan muncul. Pada intinya materi yang disajikan dalam UN Bahasa Indonesia SMK sebagai berikut:

Menentukan unsur-unsur isi wacana.
Menentukan jenis laporan.
Menentukan isi petunjuk kerja.
Menentukan isi riwayat hidup/biografi.
Menentukan isi grafik/matriks.
Menentukan tanggapan terhadap isi paragraf.
Menentukan penggunaan berbagai jenis kata.
Menentukan kalimat tanya yang sesuai dengan konteks.
Menentukan perubahan makna kata.
Menentukan ungkapan/peribahasa dalam teks.
Menentukan unsur intrinsik puisi.
Menentukan unsur intrinsik cerpen/novel/drama.
Menentukan unsur ekstrinsik novel.
Melengkapi kalimat rumpang.
Menentukan kalimat efektif.
Menentukan kalimat padu.
Melengkapi paragraf rumpang.
Menentukan penulisan kata sesuai EYD.
Menentukan jenis karangan.
Menentukan pola pengembangan paragraf.
Menentukan penulisan berbagai unsur proposal.
Menentukan penulisan bagian-bagian surat.
Menentukan penulisan jenis-jenis surat.
Menentukan penulisan unsur-unsur karya ilmiah.
Menentukan catatan isi rapat.
Menentukan bagian-bagian isi laporan.
Menentukan kalimat pengumuman.
Menentukan kalimat poster.

24 Mei 2010

STILISTIKA


STILISTIKA

Nehemia Purnanto

Stilistika berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Style” yang berarti gaya dan dari bahasa serapan “linguistiK” yang berarti tata bahasa. Stilistika menurut kamus Bahasa Indonesia yaitu ilmu kebahasaan yang mempelajari gaya bahasa. Sedangkan menurut C. Bally, Jakobson, Leech, Widdowson, Levin, Ching, Chatman, C Dalan, dan lain-lain menentukan stilistika sebagai suatu deskripsi linguistik dari bahasa yang digunakan dalam teks sastra. Bagi Leech, stilistik adalah simple defind as the (linguistiK) study of style.

Wawasan demikian sejalan dengan pernyataan Cummings dan Simmons bahwa studi bahasa dalam teks sastra merupakan…branch of linguistiK called stylistic. Dalam konteks yang lebih luas, bahkan Jakobson beranggapan bahwa poetics (puitika) sebagai teori tentang sistem dan kaidah teks sastra sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari LinguistiK. Bagi jakobson Poetics deals with problem of verbal structure, just as he analysis of painting is concered with pictorial structure since linguistiKs is the global science of verbal structur, poetics may be regarded as an integral of linguistiK (Amminuddin, 1995:21).

Berbeda dengan wawasan di atas, Chvatik mengemukakan Stilistika sebagai kajian yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagai kode estetik dengan kajian stilistik yang menyikapi bahasa dalam teks sastra sebagaimana bahasa menjadi objek kajian linguistik (Aminuddin, 1995:22). Sedangkan menurut Rene Wellek dan Austin Warren, Stilistika perhatian utamanya adalah kontras sistem bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren, 1990:221).

Pada mulanya, stilistika memang lebih terbatas pada persoalan bahasa dalam karya sastra. Namun dalam perkembangannya, pengertian gaya juga dilihat dalam hubungannya di luar sastra. Maka dibedakan antara gaya sastra dan gaya nonsastra. Bernand Asmuth dan Luise Berg-Ehlers menamakan gaya bahasa sastra dan gaya bahasa nonsastra ke dalam ‘gaya fungsional’, yaitu berhubungan dengan fungsi tertentu dan bersifat sosiologis. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa ciri gaya fungsional berhubungan dengan pemakaian bahasa, misalnya gaya bahasa pergaulan resmi berfungsi melaksanakan hubungan resmi antara pegawai pemerintah dan rakyat; gaya bahasa ilmu berfungsi menyampaikan kebenaran ilmu dan hukumnya dengan pembuktian logis dan objektif; gaya bahasa surat kabar berfungsi memberikan informasi atau menjelaskan sehingga orang tahu dengan jelas tentang peristiwa yang dilaporkan; gaya bahasa sehari-hari digunakan dalam pergaulan santai yang alamiah; gaya bahasa sastra berfungsi menyampaikan pikiran melalui bahasa yang bergaya.

Bertolak dari berbagai pengertian di atas, peneliti ingin memperluas kajian stilistika yang tidak hanya pada ranah dunia sastra, tetapi juga pada ranah nonsastra. Prof. Dr. Sudiro Satoto (dalam perkuliahan beliau) menyatakan pula bahwa Stilistika merupakan problematik. Bahwa Stilistika merupakan ilmu tentang gaya, yaitu gaya penampilan, gaya penyajian, gaya performence, dan sebagainya termasuk juga gaya bahasa di dalamnya.

Bahasa merupakan sebuah media penting penyampai informasi yang digunakan manusia. Hal itulah yang menjadikan bahasa sebagai bagian hidup di dalam bermasyarakat. Penggunaan bahasa sifatnya arbitrer, maksudnya bebas dalam menggunakannya yang terpenting orang lain dapat menangkap informasi yang disampaikan (adanya kesepakatan). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa ialah suatu hal yang memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Lewat bahasa, informasi untuk orang lain disampaikan. Maka dari itu dibutuhkan suatu penggayaan didalamnya agar tercipta suatu estetika di dalam bahasa itu sendiri. Kemudahan pemahaman akan tercapai jika dalam pemahaman bahasa yang digunakan untuk menyampaikan informasi tersebut telah mengalami keragaman didalamnya.

Menurut Aminuddin (2004:72) menyatakan bahwa istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan mengunakan media bahasa yang indah yang harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang menyentuh daya inteletual dan emosi pembaca. Pernyataan tersebut maksudnya ialah penggayaan bahasa merupakan suatu ekspresi seorang pengarang dalam mengeksploitasi bahasa sebagai bahan pembangun utama karyanya agar memiliki keindahan dan sarat nuansa makna yan harmonis sehingga enak saat dibaca. Sedang menurut Stanton (2007:61), gaya ialah cara pengarang dalam menggunakan bahasa, maksudnya yaitu gaya pengarang dalam mengolah bahasa yang digunakan untuk membangun karyanya. Selanjutnya stilistika menurut Sudjiman (1993:13) ialah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa stilistika ialah suatu cara yang digunakan seorng pembicara atau penulis untuk mengungkapkan gagasannya dengan bahasa yang penuh ekspresi. Ketiga pendapa mengenai stilistika tersebut dapat disimpulkan bahwa stilistika ialah sutu cara yang digunakan pengarang untuk mengungkapkan idenya dengan bahasa yang indah sebagai medianya. Gaya bahasa sesungguhnya terdapat dalam segala ragam bahasa: ragam lisan dan ragam tulis, ragam nonsastra dan ragam sastra, karena gaya bahasa ialah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu dan untuk maksud tertentu (Sobur, 2004:82). Maksud dari pernyataan itu ialah segala ragam bahasa pasti didalamnya tedapat unsur gaya bahasa. Berdasarkan cakupannya gaya bahasa memliki bagian yaitu diksi (pilihan kata), struktur kalimat, majas dan citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalamsebuah karya sastra (Sudjiman, 1993:13-14).

Pilihan kata atau diksi menurut Keraf (2006:22-23), bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan. Maksudnya ialah pilihan kata atau diksi bukan hanya suatu kata-kata yang digunakan pengarang untuk menyatakan gagasannya, tetapi di dalam itu semua lebih menyangkut pada fraseologi, gaya bahasa yang digunakan serta ungkapan. Tidak banyak orang yang menyadari bahwa diksi atau plihan kata sesungguhnya sangat menentukan dalam penyampaian makna (Sudjiman, 1993:22). Maksudnya keterkaitan antara makna dan pilihan kata atau diksi sangat erat. Jika pilihan kata yang digunakn tidak tepat maka makna yang ingin disampaikan akan sulit diterima karena adanya salah persepsi antara bacaan dan pembacanya. Selanjutnya sudjiman menuturkan kata, rangkaian kata dan pasangan kata yang dipilih dengan saksama dapat menimbulkan efek pada diri pembaca sesuai dengan apa yang dikehendaki pengarang. Tujuan dari adanya pilihan kata ini untuk membuat bahasa yang digunakan menjadi indah, sebab bahasa ialah sebuah tanda yang digunakan manuia untuk menyampaikan maksudnya. Pilihan kata yang dimaksud tentunya bukan hanya mencari kemudian memasangkan kata yang puitis, tetapi pilihan kata itu meliputi proses pencarian, penyelesaian dan pemanfatan kata-kata tertentu yang dapat menimbulkan nlai estetika atau keindahan dalam arti luasdan sekaligus sarat makna serta efisen dan mampu merefleksi tema yang dijabarkan.

Keraf (2006:24), memberikan tiga simpulan berkenaan tentang diksi atau pilihan kata. Pertama, diksi atau pilihan kata mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikn suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya mana yang paling baik sigunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi ialah kemampuan membedakan secara tepa nuansa-nuansa makna dari gasan yang ingin dsampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang ssuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Simpulan yang dinyatakan Keraf tersebut telah mewaili semua tentang seluk beluk pilhan kata atau diksi.

Kriteria pemakaian diksi atau pilihan kata pada dasarnya kata ialah suatu tanda untuk menyatakan atau mengungkapkan gagasa, konsep, makna. Konsep itu berupa benda, gerak, sikap, keadaan, citarasa, perasaan dan banyak lagi (Dewabrata, 155-156). Maksudnya kata merupakan media penyampaian maksud. Dalam diksi atau pilihan kata, pemakaian kata untuk dirangkai menjadi sebuah kalimat tidak memiliki aturan khusus, terkecuali jika membuat kalimat gramatikal yang merupakan aturan paten dalam membuat kalimat. Tujuan dari diksi ialah memperindah dan memperjelas kalimat yang digunakan sebagai media untuk menyampaikan informasi. Ketepatan dan kesesuaian diksi atau pilihan kata
alimat bisa amat pendek terdiri dari sebuah kata saja, teapi juga bisa amat panjang terdiri dari beratus-ratus kata. Kalimat pendek biasanya mudah dipahami. Makin panjang sebuah kalimat, maka makin banyak umpukan konsepnya, tambah susah dipahami pesan utuhnya yang terkandung didalanya. Pernyataan tersebut dapat dijabarkan bahwa kalimat yang panjan akan lebih sulit dipahami maknanya dari pada kalimat yang pendek. Jika pilihan kata yang digunakan tepat maka kalimat yang dihasilkan akan pendek dan tentunya juga makna atau maksud yang disampaikan akan mudah dipahami. Pemakaian kata yang tidak tepat seringkali menimbulkan distorsi pesan.

Ketepatan pilihan kata menurut Keraf (2006:87), ialah mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dirasakan oleh penulis atau pembicara. Maksudnya ialah, dalam pemilihan kata yang akan digunakan sangat menanyakan apakah nanti kata yang digunakan tersebut dapat menimbukan mana yang sesuai dengan agasan yang ingin disampaikan. Keraf (2006:88-87), hal-hal yang harus diperhatikan agar bisa mencapai ketepatan pilihan kata yang akan digunakan, anara lain: 1) Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi, masudnya kata mana yang ingin digunakan untuk mencapai tingkat keemosionalan sesuai dengan gagasan. Jika menginginkan pembaca menebak-nebak makna maka gunakan kata yang bermana konotasi, dan begitu juga sebaliknya. 2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim, maksudnya memilih kata-kata dengan tepat mana yang memiliki makna hampir sama, dan tentunya sesuai dengan gagasan yang dimaksud. 3) Membedakan kata-kata yang mirip dengan ejaannya. Artinya penulis harus bisa membedakan kata-kata yang dalam ejaannya ampir sama sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman makna. 4) Menghindari kata-kata ciptaan sendiri, maksudnya jangan menggunakan kata-kata ciptaan sendiri karena kata-kata tersebut tidak ada yang mengetahi maknanya, terkecuali dalam kalangan sendiri yang telah mempunyai kesepakatan tentang bahasa tersebut. 5) Waspada terhadap penggunaan akhiran asing, maksudnya supaya tidak terjadi interferensi terhadap bahasa Indonesia. 6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis. 7) Membedakan secara cermat kata umum dan kata khusus, maksudnya supaya pembaca tidak memikir dua kali dalam memahami makna. Kata khusus lebih tepat mengambarkan sesuatu daripada kata umum. 8) Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus. 9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal. 10) Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

Suatu bahasa akan lebih indah dan menarik jika bahasa tersebut telah mengalami proses penggayaan didalamnya. Penggayaan bahasa yang dimaksud ialah dimana bahasa tersebut telah tercampur dengan unsur stilistika didalamnya khususnya majas atau gaya bahasa. Menurut Keraf (2006:113), majas atau gaya bahasa ialah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa supaya bahasa terlihat imajinatif. Maksudnya ialah majas merupakan salah satu cara pengarang dalam mengeksploitasi bahsa sehingga bahasa yang digunakan sebagai bahan pembangun karyanya tersebt menjadi menarik dan terlihat estetika kebahasaannya. Sedang menurut Aminuddin (2004:76-77), gaya bahasa ialah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya lewat media bahasa sehingga mewujudkan bahas yang indah dan harmonis. Maksudnya dengan penggunaan majas dalam bahas ayang digunakan akan memperindah bahasa tersebut. Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa majas merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang untuk memperindah bahasa yang digunakan untuk membangun karyanya.

Sumardjo dan Saini K.M (1986:92), gaya ialah pribadi pengarang itu sendiri. Maksudnya bentuk gaya bahasa yang digunakan pengarang merupakan bentuk asli jati dirinya, bagaiman sifat pengarang tersebut dapat diketahui saat dia mengolah suatu bahasa. Keterkaian pengarang dengan gaya bahasa memang sangat erat, karena kepribadian pengarang akan mempunyai pengaruh besar tehadap bentuk gaya bahasa yang akan digunakan nanti. Ada dua aliran yang terkenal berdasarkan teori gaya tersebut (Keraf, 2006:112). 1) Aliran Platonik, menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan; menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada juga yang tidak memiliki style. 2) Aliran Aristoteles, menganggap bahwa gaya ialah suatu kualitas yang inhern, yang ada dalam tiap ungkapan. Dengan demikian, aliran Plato mengatakan bahwa ada karya yang memiliki gaya dan ada karya yang tidak memiliki gaya. Sebaiknya, aliran Aristoteles mengatakan bahwa semua karya memiliki gaya, tetapi ada karya yang memiliki gaya yang tinggi ada yang rendah, ada yang memiliki gaya yang kuat dan gaya yang lemah.

Jenis-jenis Gaya Bahasa Keraf (2006:115) menjeniskan gaya bahasa berdasarkan dari berbagai sudut pandang.

1. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Berdasarkan pilihan kata gaya bahasa dibagi menjadi: 1) Gaya bahasa resmi, ialah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. 2) Gaya bahasa tak resmi, ialah yang digunakan dalam cakupan nuansa tidak resmi, dalam cakupan bahasa nonformal. 3) Gaya bahasa percakapan, ialah gaya bahasa yang digunakan dalam kata-kata populer dan percakapan.

2. Gaya bahasa berdasarkan nadanya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. 1) Gaya sederhana ialah gaya yang biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran, perkuliahan dan sejenisnya. 2) Gaya mulia dan bertenaga ialah gaya yang penuh dengan vitalitas dan enersi dan biasanya digunakan untuk menggerakkan sesuatu. 3) Gaya menengah ialah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai.

3. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk meciptakan gaya bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini ialah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut.

METODE PEMBELAJARAN

METODE PEMBELAJARAN

Kristina Widyastuti, S.S.

Nehemia Purnanto, S.S.

A. Metode dalam Pembelajaran

Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan, oleh karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Nasional yang diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, pendidikan harus adaptif dan terhadap perubahan zaman.

Dalam konteks pembaruan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti, yaitu pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus konfrehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan, tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keragaman keperluan dan kemajuan tegnologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa.

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Mereka merupakan kunci sukses untuk menggapai masa depan yang cerah dan mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi, yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu penting, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan.

Beberapa faktor yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan metode mengajar sebagai berikut:

1) Berpedoman pada tujuan; keinginan yang hendak dicapai dalam setiap interaksi edukatif.

2) Perbedaan individual anak didik; aspek-aspek perbedaan anak didik yang perlu dipegang adalah aspek biologis, intelektual, dan psikologis.

3) Kemampuan guru; disebabkan latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar.

4) Sifat bahan pelajaran; setiap mata pelajaran mempunyai sifat-sifat masing-masing.

5) Situasi kelas; situasi kelas mempengaruhi pemilihan metode mengajar.

6) Kelengkapan fasilitas; penggunaan metode perlu dukungan fasilitas yang memadahi.

7) Kelebihan dan kelemahan metode; kecermatan guru untuk memilih metode yang tepat karena setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan.

Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang dapat dipersiapkan:

a. Ceramah

Metode ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah dengan kombinasi metode yang bervariasi. Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan dengan ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, disko, pleno, penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta. Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan (handouts), transparansi yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD, tulisan-tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano, dan sebagainya.

b. Diskusi Umum (Diskusi kelas)

Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan, dan lain-lain.

c. Diskusi Kelompok

Sama seperti diskusi, diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ini dapat membangun suasana saling menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi peserta yang masih belum banyak berbicara dalam diskusi yang lebih luas. Tujuan penggunaan metode ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno. Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi umum yang merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil diskusi kelompok.

d. Curah Pendapat (Brainstrorming)

Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mind-map) untuk menjadi pembelajaran bersama.

e. Bermain Peran (roleplay)

Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peran- peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.

f. Simulasi

Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk mengembangkan ketermpilan peserta belajar (keterampilan mental maupun fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di dalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan praktek penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapi dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang sebenarnya (replikasi kenyataan).Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan fasilitasi, seorang peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan tengah melakukannya bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya berperan sebagai kelompok dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam keseharian peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus kelompok, dsb.). Dalam contoh yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain peran. Tetapi dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat melakukan suatu kegiatan/tugas yang benar-benar akan dilakukannya.

g. Permainan (games)

Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah ‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.

h. Demonstrasi

Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses.Biasanya, setelah demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil, peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktek adalah membuat perubahan pada rana keterampilan.

i. dan sebagainya.

B. Pembelajaran Kontekstual

Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Pendekatan konstektual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hasil pembekajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.

Kontekstual hanyalah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, konstektual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan konstektual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Definisi yang mendasar tentang pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Dengan konsep tersebut, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Demikianlah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Contextual Teaching and Learning adalah suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:

1. Proses belajar

· Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di dalam benak mereka sendiri.

· Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

· Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.

· Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

· Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.

· Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide.

· Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar

· Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.

· Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit).

· Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut.

3. Siswa sebagai Pembelajar

· Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.

· Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting

· Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.

· Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya lingkungan Belajar

· Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.

· Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.

· Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.

· Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

b. Hakikat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Tujuan pembelajaran ini menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktifitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata.

c. Perbedaaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

NO

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

TRADISONAL

1

Menyandarkan pada memori spasial (pemahaman makna)

Menyandarkan pada hafalan

2

Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an siswa

Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru

3

Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

Siswa secara pasif menerima informasi

4

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

5

Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)

Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)

DAFTAR PUSTAKA

Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

<http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/pengembangan-model-pembelajaran-yang-efektif/>, diakses pada 16 Oktober 2008, pukul 22.00WIB.

<http://nadhirin.blogspot.com/2008/08/metode-pembelajaran-efektif.html>, diakses pada 16 Oktober 2008, pukul 22.00WIB.