04 Mei 2010

FONETIK EKSPERIMENTAL

Fonetik Eksperimental

Fonologi merupakan cabang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa. Melalui fonologi dapat diketahui proses terjadinya bunyi. Pusat Bahasa telah mengembangkan teknologi mutakhir yang bertujuan untuk mengubah teks menjadi tuturan dan sebaliknya. Teknologi tersebut telah dikembangkan pada masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur. Pada saat itu, Gus Dur ingin memiliki suatu program bahasa yang dapat digunakan oleh orang-orang cacat dalam penguasaan internet.

Bertumpu pada teknologi yang telah dikembangkan saat itu, Pusat Bahasa kemudian mengembangkan teknologi tersebut menjadi lebih baik. Output penelitian fonetik eksperimental dapat digunakan untuk mengubah sebuah teks dari bentuk tulisan ke bentuk tuturan, maupun dari bentuk tuturan ke bentuk tulisan sehingga dapat dimanfaatkan oleh bidang bahasa dan teknologi. Dalam bidang teknolgi, program ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasikan suara seseorang melalui contoh suara yang dihasilkannya. Teknologi tersebut dapat dimanfaatkan untuk keamanan suatu tempat yang dianggap pribadi dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa masuk ke dalamnya. Teknologi tersebut terinspirasi dari penemuan cara seseorang mematikan dan menyalakan lampu hanya dengan bertepuk tangan. Selain itu, program tersebut dapat dimanfaatkan untuk memerintah robot yang mengerti bahasa Indonesia.

Di bidang bahasa, teknologi tersebut disebut juga fonetik eksperimental. Program ini dapat dimanfaatkan oleh para peneliti fonetik utuk mengidentifikasi cara penutur asing melafalkan kata-kata bahasa Indonesia. Selain itu, program tersebut dapat dimanfaatkan oleh para penutur asing yang ingin mempelajari bahasa Indonesia, yaitu dengan mengetahui bagaimana cara melafalkan kata-kata bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Program yang ditunjukkan oleh Bapak Sugiyono sangatlah menarik. Hal tersebut dikarenakan uji-coba kalimat bahasa Indonesia yang dilafalkan oleh komputer sangat baik hasilnya (dalam hal logat). Namun, bila bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dilafalkan dengan logat Inggris, maka akan terasa aneh dan lucu. Melalui cara tersebut, dapat diketahui bagaimana orang asing melafalkan bahasa Indonesia. Dalam program tersebut terdapat juga cara pelafalan bahasa Jerman, Belanda, Perancis, dan lain-lain. Dalam bahasa Belanda, terdapat fonem-fonem bahasa Indonesia tertentu yang tidak bisa dilafalkan sehingga harus dieja. Contoh dalam kalimat, ”Selamat pagi, apakah Anda sudah makan?”. Kalimat ”apakah Anda sudah makan?” tidak bisa dilafalkan oleh komputer sehingga harus dieja. Hal tersebut menandakan terdapatnya beberapa fonem yang tidak bisa dilafalkan dalam bahasa Belanda.

Penelitian fonotaktik digunakan untuk meneliti penggunaan fonem apa saja yang dapat bergabung dengan fonem lainnya. Melalui penelitian fonotaktik dikenal istilah diphone. Diphone ialah penggabungan dua bunyi yang ditulis menjadi satu. Cara menguji huruf-huruf mana saja yang termasuk diphone, yaitu dengan memasangkan satu huruf dngan huruf lainnya dalam posisi apa saja secara berurutan dan dilakukan satu per satu. Contohnya, vokal /a/ digabung dengan konsonan apa saja, dalam posisi mana saja. Kemudian dicatat apakah vokal /a/ adalah vokal yang produktif atau tidak. Kemudian dilanjutkan pada huruf lainnya, begitu seterusnya hingga selesai. Selain diphone terdapat juga varian. Salah satu bentuk varian adalah varian huruf.

Dalam contoh fonetik eksperimental, Bapak Sugiyono meminta para mahasiswa mengucapkan kata ”seperti”, kemudian direkam, disimpan, diberi label, diberi text grid dan sound edit, kemudian dianalisis suara-suaranya. Sebagai sempel, digunakan tiga suara pria dan empat suara wanita. Ketika dianalisis terdapat perbedaan yang mencolok antara suara pria dan wanita, serta perbedaan warna penyebutan vokal dan konsonan.

Melalui penganalisaan suara-suara tersebut, diketahui bahwa jumlah tinggi suara pada pria sekitar 152Mhz, wanita 220Mhz, dan pada bayi 300Mhz. Hal-hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya suara adalah besar kecilnya badan atau fisik seseorang. Setiap laki-laki akan memilki suara yang lebih kecil karena postur badan yang lebih besar bila dibandingkan dengan wanita. Sebaliknya, wanita yang memiliki postur badan yang lebih kecil dari laki-laki akan menghasilkan suara yang lebih tinggi atau keras. Selain itu, ruang resonansi yang melalui aliran suara juga mempengaruhi tinggi rendahnya suara. Ruang resonansi alat ucap wanita lebih besar bila dibandingkan dengan pria sehingga suara yang dihasilkan wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria.

Dalam penelitian fonetik eksperimental dibutukhan alat elektronik untuk mendukung keberhasilan sebuah penelitian. Biasanya para peneliti mengunakan ruang kedap suara yang tertutup rapat, bahkan dalam ruangan tersebut tidak terdapat udara.

Dalam penelitian tersebut setiap suara diukur durasi, intensitas, nada, serta gelombang suara. Setiap suara diukur durasinya (durasi waktu antara silabel dengan siabel lainnya). Durasi diukur dengan satuan milidetik. Pengukuran intensitas berkaitan dengan keras atau tidaknya suara. Penghitungan nada dilakukan dengan cara menghitung jumlah gelombang dalam satu detik. Sedangkan gelombang suara dapat dihitung bila gelombang suara yang dihasilkan berbentuk periodik. Gelombang yang tidak periodik tidak bisa dihitung (suara-suara konsonan). Vokal-vokal menghasilkan gelombang suara yang periodik. Bila dalam satu detik terdapat 100 siklus, maka frekuensinya menjadi 100Hz (makin padat gelombang, maka makin tinggi gelombangnya). Antara vokal dan konsonan terdapat semivokal. Nasal semi vokal mirip dengan vokal, tetapi berbeda. (Jakarta, Agustus 2006).