24 Mei 2010

KALIMAT DWITRANSITIF BAHASA JAWA

KALIMAT DWITRANSITIF BAHASA JAWA

Nehemia Purnanto, S.S.

A. KALIMAT

Kalimat merupakan abstraksi dari tuturan, yaitu apa yang dituturkan oleh manusia atau satuan lingual maksimal yang disertai intonasi, nada, dan tekanan tertentu sebagai hasil aktivitas organ bicara (Wedhawati, 2001:31). Hasan Alwi (2003:311) menambahkan, bahwa “kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh”. Suatu pernyataan merupakan kalimat jika di dalam pernyataan itu sekurang-kurangnya terdapat predikat (P) dan subjek (S), baik disertai objek (O), pelengkap (Pl), atau keterangan (K) maupun tidak, bergantung kepada tipe verba predikat kalimat tersebut.

B. KALIMAT TRANSITIF DAN INTRANSITIF

Berdasarkan valensi verba kalimat dibagi menjadi dua yakni, kalimat transitif dan intransitif. Valensi Verba ialah kehadiran nomina atau frasa nominal penyerta verba dalam struktur klausa atau kalimat, berfungsi sebagai objek, pelengkap, atau kedua-duanya (Wedhawati, 2001:150).

1. Kalimat Transitif

Kalimat yang mewajibkan hadirnya nomina/frasa nominal di belakang verba. Kalimat transitif juga memiliki ciri dapat dipasifkan.

Kalimat Transitif dibedakan atas tiga jenis, yakni:

a. Kalimat Ekatransitif

Kalimat yang hanya mewajibkan hadirnya satu nomina dibelakang verba. Fungsi verba tersebut sebagai predikat dan fungsi nomina itu sebagai objek.

Contoh:

(1) Dhèwèké mbukak lawang. ‘Dia membuka pintu’

S P O

(2) Adhiku nggawa kranjang blanjan. ‘Adik saya membawa keranjang belanja.’

S P O

b. Kalimat Dwitransitif

Kalimat yang mewajibkan hadirnya dua nomina atau frasa nominal yang keduanya terletak sesudah verba. Fungsi verba itu sebagai predikat dan fungsi nomina itu sebagai objek dan pelengkap.

Contoh:

(3) Ibu nukok(a)ké komputer adhikku. ‘Ibu membelikan adik saya komputer.’

S P Pl O

(4) Simon njupuk(a)ké klambi anaké. ‘Simon mengambilkan anaknya baju.’

S P Pl O

(5) Sugeng nggawè(a)ké jenang bapak. ‘Sugeng membuatkan bapak bubur.’

S P Pl O

c. Kalimat Semitransitif

Kalimat yang mewajibkan hadirnya nomina atau frasa nominal di belakang verba, namun fungsi nomina atau frasa nominal tersebut bukan sebagai objek, melainkan sebagai pelengkap.

Contoh:

(6) Yu Walidah dodolan témpé. ‘Mbak Walidah berjualan tempe.’

S P Pl

(7) Ibu lagi olah iwak. ‘Ibu sedang memasak ikan.’

S P Pl

(8) Satiyem lagi ider jangan. ‘Satiyem sedang berjualan keliling sayuran.’

S P Pl

2. Kalimat Intransitif

Kalimat yang tidak mewajibkan hadirnya nomina/frasa nominal di belakang verba.

Kalimat intransitif juga memiliki ciri tidak dapat dipasifkan.

Contoh:

(9) Adhik lagi adus. ‘Adik sedang mandi’

S P

(10) Bojone mlaku-mlaku. ‘Istrinya berjalan-jalan’

S P

(11) Aku arep turu.’Saya ingin tidur’

S P

C. KALIMAT DWITRANSITIF

Kalimat yang mewajibkan hadirnya dua nomina atau frasa nominal yang keduanya terletak sesudah verba. Fungsi verba itu sebagai predikat dan fungsi nomina itu sebagai objek dan pelengkap.

Contoh:

(12) Ibu nukok(a)ké komputer adhikku. ‘Ibu membelikan komputer adik saya.’

S P Pl O

(13) Simon njupuk(a)ké klambi anaké. ‘Simon mengambilkan baju anaknya.’

S P Pl O

(14) Sugeng nggawè(a)ké jenang bapak. ‘Sugeng membuatkan bubur bapak.’

S P Pl O

(15) Joko mbukak(a)ké lawang tamu. ‘Joko membukakan pintu tamu.’

S P Pl O

(16) Adhik macak(a)ké layang ibu. ‘Adhik membacakan surat ibu.’

S P Pl O

(17) Ibu masak(a)ké gulé bapak. ‘Ibu memasakkan gulai bapak.’

S P Pl O

Verba pada kalimat (12) nukok(a)ké ‘membelikan’, (13) njupuk(a)ké ‘membelikan’, (14) nggawè(a)ké ‘membuatkan’, (15) mbukak(a)ké ‘membukakan’, (16) macak(a)ké ‘membacakan’, dan (17) masak(a)ké ‘memasakkan’ merupakan verba dwitransitif karena mewajibkan hadirnya dua nominal atau frasa nominal dibelakangnya. Nomina atau frasa nominal tersebut ialah (12) komputer dan adikku, (13) klambi dan anaké, (14) jenang dan bapak, (15) lawang dan tamu, (16) layang dan ibu, dan (17) gulé dan bapak.

Urutan Pelengkap dan Objek dibalik

Bila posisi struktur kalimat pada pelengkap dan objek dibalik, yakni dengan posisi objek kemudian pelengkap.

(18) Ibu nukok(a)ké adhikku komputer. ‘Ibu membelikan adik saya komputer.’

S P O Pl

(19) Simon njupuk(a)ké anaké klambi. ‘Simon mengambilkan anaknya baju.’

S P O Pl

(20) Sugeng nggawè(a)ké bapak jenang. ‘Sugeng membuatkan bapak bubur.’

S P O Pl

(21) Joko mbukak(a)ké tamu lawang. ‘Joko membukakan tamu pintu.’

S P O Pl

(22) Adhik macak(a)ké ibu layang. ‘Adhik membacakan ibu surat.’

S P O Pl

(23) Ibu masak(a)ké bapak gulé. ‘Ibu memasakkan bapak gulai.’

S P O Pl

Kalimat (18) – (23) akan tetap bermakna sama dengan kalimat (12) – (17) karena O tetap sebagai objek sasaran yang dimaksud oleh P dan S, sedangkan Pl sebagai suatu hasil dari tindakan SP terhadap O.

Objek dan Pelengkap memiliki kesamaan. Kesamaan itu ialah kedua unsur kalimat ini :

· Bersifat wajib ada karena melengkapi makna verba pada predikat kalimat (dalam hal ini, valensi verba kalimat dwitransitif).

· Menempati posisi di belakang predikat.

· Tidak didahului preposisi.

Perbedaan Objek dan Pelengkap dapat diuji melalui pemasifan pada kalimat aktif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap.

Misal:

KALIMAT AKTIF

KALIMAT PASIF

Ibu nukok(a)ké komputer adhikku.

S P Pl O

‘Ibu membelikan adik saya komputer.’

Adhiku ditukok(a)ke komputer ibu.

S P Pl O

Adhiku ditukok(a)ke ibu komputer.

S P O Pl

‘Adik saya dibelikan komputer oleh ibu.’

Bentuk valensi verba sangat menentukan identitas suatu kalimat dwitransitif atau bukan. Valensi verba yang dimiliki oleh kalimat dwitransitif yakni:

1. Mengacu pada O dan Pl

2. O merupakan sasaran dari S melalui tindakan P, sedangkan Pl adalah sesuatu dari hasil yang dilakukan S melalui tindakan P.

3. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap.

4. Dalam bahasa jawa memiliki afiks seperti: “N - (a)ke, - (a)ke”, sebagai penanda valensi verba dwitransitif.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan Alwi. 2003. Tata Bahasa Indonesia Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Wedhawati, dkk. 2001. Tata Bahasa Jawa Mutakhir (Edisi Revisi). Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.