24 Mei 2010

METODE PEMBELAJARAN

METODE PEMBELAJARAN

Kristina Widyastuti, S.S.

Nehemia Purnanto, S.S.

A. Metode dalam Pembelajaran

Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan, oleh karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Nasional yang diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, pendidikan harus adaptif dan terhadap perubahan zaman.

Dalam konteks pembaruan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti, yaitu pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus konfrehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan, tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keragaman keperluan dan kemajuan tegnologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Secara mikro, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif dikelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa.

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Mereka merupakan kunci sukses untuk menggapai masa depan yang cerah dan mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi, yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu penting, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenangkan dan tidak membosankan.

Beberapa faktor yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan metode mengajar sebagai berikut:

1) Berpedoman pada tujuan; keinginan yang hendak dicapai dalam setiap interaksi edukatif.

2) Perbedaan individual anak didik; aspek-aspek perbedaan anak didik yang perlu dipegang adalah aspek biologis, intelektual, dan psikologis.

3) Kemampuan guru; disebabkan latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar.

4) Sifat bahan pelajaran; setiap mata pelajaran mempunyai sifat-sifat masing-masing.

5) Situasi kelas; situasi kelas mempengaruhi pemilihan metode mengajar.

6) Kelengkapan fasilitas; penggunaan metode perlu dukungan fasilitas yang memadahi.

7) Kelebihan dan kelemahan metode; kecermatan guru untuk memilih metode yang tepat karena setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan.

Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang dapat dipersiapkan:

a. Ceramah

Metode ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah dengan kombinasi metode yang bervariasi. Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan dengan ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, disko, pleno, penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta. Media pendukung yang digunakan, seperti bahan serahan (handouts), transparansi yang ditayangkan dengan OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD, tulisan-tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano, dan sebagainya.

b. Diskusi Umum (Diskusi kelas)

Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan, dan lain-lain.

c. Diskusi Kelompok

Sama seperti diskusi, diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ini dapat membangun suasana saling menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi peserta yang masih belum banyak berbicara dalam diskusi yang lebih luas. Tujuan penggunaan metode ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan.Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi pleno. Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas atau diskusi umum yang merupakan lanjutan dari diskusi kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil diskusi kelompok.

d. Curah Pendapat (Brainstrorming)

Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mind-map) untuk menjadi pembelajaran bersama.

e. Bermain Peran (roleplay)

Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peran- peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.

f. Simulasi

Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk mengembangkan ketermpilan peserta belajar (keterampilan mental maupun fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di dalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan praktek penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapi dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang sebenarnya (replikasi kenyataan).Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan fasilitasi, seorang peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan tengah melakukannya bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya berperan sebagai kelompok dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam keseharian peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus kelompok, dsb.). Dalam contoh yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain peran. Tetapi dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat melakukan suatu kegiatan/tugas yang benar-benar akan dilakukannya.

g. Permainan (games)

Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (ice-breaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah ‘pemecah es’. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (sersan). Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat.Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu ‘aksi’ atau kejadian yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah rana sikap-nilai.

h. Demonstrasi

Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses.Biasanya, setelah demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil, peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktek adalah membuat perubahan pada rana keterampilan.

i. dan sebagainya.

B. Pembelajaran Kontekstual

Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Pendekatan konstektual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Hasil pembekajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya.

Kontekstual hanyalah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, konstektual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan konstektual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Definisi yang mendasar tentang pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Dengan konsep tersebut, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Demikianlah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Contextual Teaching and Learning adalah suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. Contextual Teaching and Learning merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut:

1. Proses belajar

· Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di dalam benak mereka sendiri.

· Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

· Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.

· Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.

· Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.

· Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide.

· Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar

· Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.

· Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit).

· Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan tersebut.

3. Siswa sebagai Pembelajar

· Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.

· Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting

· Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.

· Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya lingkungan Belajar

· Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.

· Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya.

· Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar.

· Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

b. Hakikat Pembelajaran Kontekstual

Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Tujuan pembelajaran ini menekankan pada penciptaan pemahaman, yang menuntut aktifitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata.

c. Perbedaaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional

NO

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

TRADISONAL

1

Menyandarkan pada memori spasial (pemahaman makna)

Menyandarkan pada hafalan

2

Pemilihan informasi berdasarkan kebutuh-an siswa

Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru

3

Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

Siswa secara pasif menerima informasi

4

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/-masalah yang disi-mulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis

5

Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok)

Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergu-nakan untuk mengerja-kan buku tugas, men-dengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)

DAFTAR PUSTAKA

Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

<http://drssuharto.wordpress.com/2008/03/04/pengembangan-model-pembelajaran-yang-efektif/>, diakses pada 16 Oktober 2008, pukul 22.00WIB.

<http://nadhirin.blogspot.com/2008/08/metode-pembelajaran-efektif.html>, diakses pada 16 Oktober 2008, pukul 22.00WIB.