20 April 2010

Bahasa dan Budaya

Bahasa dan Budaya

Nehemia Purnanto, S.S.

Bahasa dan budaya bagaikan dua sisi mata yang tidak dapat dipisahkan, sehingga saat kita belajar tentang suatu bahasa tidak lepas dari budaya, demikian sebaliknya. Budaya mempengaruhi bahasa dan bahasa mempengaruhi budaya. Contohnya saja bahasa gaul yang saat-saat ini tidak asing ditelinga kita, itu mengindikasikan bahwa budaya gaul saat ini mulai erat pada kalangan masyarakat (khususnya anak-anak muda).

Dalam tata bahasa bahasa Inggris penuh dengan sistem waktu, mengindikasikan bahwa budaya di sana memang erat dengan waktu atau sering kita dengar ungkapan “time is money” ‘waktu adalah uang’. Di belahan dunia Eropa kita ketahui terdapat empat musim yakni musim dingin, musim semi, musim panas, dan musim gugur. Pada waktu musim semi atau panas orang-orang harus segera memproduksi/mengumpulkan makanan sehingga pada musim gugur dan musim semi mereka cukup mempunyai bahan makanan karena mereka tidak dapat memproduksi bahan makanan (tidak mungkin untuk menanam gandum pada tumpukan salju). Kemudian dalam sistem tata bahasa inggris kita mengenal tensis, yang mengharuskan kita saat berbicara dalam bahasa Inggris harus memperhatikan sistem tensis tersebut, apakah bentuk present, past, atau future.

Di Indonesia kita hanya mengenal dua musim, itu pun orang-orang Indonesia dapat menanam padi di musim penghujan dan pada musim kemarau masih bisa menanam jagung dan sebagainya. Keadaan alam Indonesia yang subur membuat orang-orang Indonesia dapat menghasilkan bahan makanan pada segala keadaan musim, sehingga tidak ada ungkapan “time is money” yang terdengar dalam budaya masyarakat Indonesia, makanya orang-orang Indonesia cenderung lebih santai dalam menghadapi kebutuhan pangan. Hal ini terkait dengan sistem tata bahasa Indonesia dengan tidak adanya sistem waktu (tensis) seperti yang terdapat dalam bahasa Inggris.

Berbeda dengan bahasa Jawa yang terdapat tingkat tutur ngoko dan krama di dalamnya. Hal ini disebabkan sistem budaya masyarakat Jawa yang mengharuskan menghormat kepada orang yang lebih tua atau dituakan atau yang berkedudukan lebih tinggi. Kemudian tercermin dalam bahasa Jawa, sehingga masyarakat Jawa akan memilih ragam bahasa Jawa dengan tingkat tutur tertentu untuk berbicara kepada seseorang. Kesalahan memilih kosa kata dalam menuturkan tuturan menyebabkan kesalahan besar dan seseorang tersebut dianggap tidak memiliki tata karma yang baik.

Di daerah yang mengalami musim dingin mengenal beberapa jenis salju, namun kita di Indonesia hanya mengenal snow. Perhatikan berikut ini pengertian salju dalam bahasa Inggris: ‘timbunan salju yg ditiup angin’ snow-drift; ‘kepingan salju yg jatuh’ snowflake; ‘ks. terdiri dari kristal. diamonds and snowflakes are c. intan dan serpih salju terdiri dari kristal’ Crystalline; ‘kb. gumpalan salju. -kkt. berlemparan bola salju, melemparkan gumpalan salju. -kki. semakin bertambah (dengan cepat)’ snowball; ‘kb. tumpukan salju yang besar’ snowbank; ‘kb. tumpukan salju yang terjadi karena tiupan angin’ snowdrift; ‘kb. salju yang turun’ snowfall (http://www.sederet.com/translate.php). Karena masyarakat di Indonesia tidak terbiasa dengan lingkungan salju maka tidak membedakan jenis-jenis salju dalam bahasa Indonesia, dan hanya mengenal snow dengan salju.

Di daerah Papua, sependapat dengan Soleman Richard Waramori, dosen Unipa (dalam bahasa-bahasa daerah di Papua) tidak ada kata baju, masyarakat di Papua mengenal kata baju dari bahasa Indonesia. Perlu kita ketahui di daerah Papua (khususnya pedalaman) banyak masyarakatnya yang erat dengan adat-istiadat, termasuk dalam hal berpakaian yang hanya menggunakan koteka. Sehingga tidak ada kosa kata yang untuk mewakili kata baju, bendanya saja tidak ada apalagi kosa katanya.

Demikian yang saya maksudkan tentang erat kaitannya antara bahasa dan budaya. Masih banyak hal-hal lain yang dapat menggambarkan hubungan erat anatara bahasa dan budaya. Setiap daerah memiliki budaya dengan berbagai latar belakangnya yang erat dengan sistem bahasanya, atau dapat pula dikatakan setiap daerah memiliki (tata bahasa) bahasa yang erat kaitannya dengan budaya daerah bahasa tersebut.