24 Mei 2010

Narasumber Dalam Penelitian Dialektologi

Narasumber Dalam Penelitian Dialektologi

Narasumber (responden) dalam penelitian bahasa sangatlah penting kedudukannya. Agar data yang diperoleh dari narasumber valid, terlebih dahulu ditentukan beberapa persyaratan bagi narasumber. Persyaratan tersebut menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan usia, pendidikan, asal-usul, kemampuan dan ”kemurnian” bahasa narasumber. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disarankan oleh Ayatrohaedi (1983:48) antara lain:

  1. Usia yang dianggap sangat sesuai bagi seorang narasumber adalah usia pertengahan (40-50 tahun);
  2. Pendidikan narasumber bukan pendidikan yang terlalu tinggi, ataupun buta huruf;
  3. Asal-usul narasumber harus diusahakan dari desa atau tempat yang diteliti;
  4. Kemampuan narasumber mengenai bahasa dan dialeknya dengan baik;
  5. ”Kemurnian” bahasa narasumber baik yakni sedikit sekali terkena pengaruh dari dialek atau bahasa yang dipergunakan di daerah tetangga.

Persyaratan tersebut dipilih dengan beberapa pertimbangan antara lain: narasumber yang terlalu tua kurang ideal, karena mereka pada umumnya sudah tidak spontan, ingatannya sudah banyak berkurang, pendengaranya berkurang, ompong dan sebagainya, di samping ketahanan jasmani juga banyak sudah berkurang untuk menghadapi pekerjaan yang memerlukan banyak waktu dan ketentuan; narasumber yang terlalu muda kurang ideal, karena mereka sering merancukan pengertian dialeknya dengan bahasa baku, terutama jika mereka pernah bersekolah, pengaruh bahasa baku itu akan lebih kuat kepada mereka; narasumber yang buta huruf kurang ideal, karena umumnya mereka sangat sukar ditanyai, dan tidak mempunyai kebiasaan untuk menerjemahkan bentuk-bentuk kalimat yang rumit; narasumber yang berprofesi sebagai guru atau orang yang berpendidikan kurang ideal, karena tuturan yang diperoleh kurang meyakinkan apakah berdasarkan dialek ataukah didasarkan kepada bahan yang terdapat dalam buku; narasumber yang ahli dialek dan kaum cendekiawan kurang ideal, karena mereka biasanya merubah bahan dialek sebagaimana adanya, dengan apa yang menurut mereka lebih baik; narasumber yang pernah meninggalkan kampungnya cukup lama kurang ideal, karena dari mereka tidak dapat lagi diharapkan bahan yang asli dari daerahnya sendiri. Mereka sudah banyak terpengaruh oleh bahasa tempat mereka pernah tinggal; narasumber yang orang tuanya bukan pribumi kurang ideal, karena dari mereka besar sekali kemungkinan diperoleh bahan yang bercampur dengan dialek asal orangtuanya; narasumber yang termasuk kelompok ”orang kecil” kurang ideal, karena mereka pada umumnya kurang biasa menghadapi ”orang asing” sehingga mereka pada umumnya gugup dan tuturan mereka tidak langsung dan spontan (Pop dalam Ayatrohaedi, 1983:49-50).

Berdasarkan persyaratan dan beberapa pertimbangan di atas, yang dijadikan kriteria narasumber atau pembantu bahasa dalam penelitian ini adalah: penduduk asli kelahiran daerah yang diteliti; mobilitas rendah, tidak sering pergi keluar desa tempat tinggal, dan belum pernah menetap lama di luar desa tempat tinggal; pendidikan maksimal tamatan SD; umur antara 40-60 tahun; sehat jasmani dan rohani, termasuk alat ucap pendengarannya; menguasai bahasa Jawa, serta tidak menguasai bahasa asing dan bahasa daerah lainnya.

Catatan:

Kriteria narasumber atau pembantu bahasa dalam penelitian ini yang disebutkan di atas, misal mobilitas rendah, tidak sering pergi keluar desa tempat tinggal, dan belum pernah menetap lama di luar desa tempat tinggal; pendidikan maksimal tamatan SD; umur antara 40-60 tahun; atau tidak menguasai bahasa asing dan bahasa daerah lainnya adalah sekadar ancangan menurut ukuran rata-rata saja, pada kenyataannya sangatlah sulit jika persyaratan itu harus dipenuhi seluruhnya. Inilah peran penting peneliti dalam menggunakan intuisi kebahasaannya pada waktu memilih narasumber.

Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.